Haji | ||
Minggu, 5 Oktober 2008 @ 16:48 WIB - Diari | ||
ALKISAH, seorang jemaah haji asal Indonesia tertidur di dalam pesawat yang membawanya pulang dari perjalanannya memenuhi undangan Allah ke tanah suci. Dalam tidurnya ia bermimpi, seorang pria mendatanginya seraya mengatakan bahwa tak satu pun jemaah haji Indonesia yang pergi tahun itu menjadi haji yang mabrur. "Satu-satunya haji yang mabrur tahun ini justru tak jadi berangkat," kata pria dalam mimpi itu sambil menyebut ciri dan identitas lengkap haji mabrur yang tak jadi berangkat tersebut. Dalam keadaan terguncang, jemaah haji itu pun terbangun dan gelisah. Perkataan pria dalam mimpi itu terus menghantuinya. Ia bahkan tak bisa lupa hingga akhirnya memutuskan pergi untuk mencari sosok haji mabrur itu berbulan-bulan kemudian. Seperti diduga, pencarian tak berlangsung mudah. Puluhan kampung ia datangi, sebelum kemudian berakhir di sebuah kampung di mana orang yang dicari akhirnya berhasil ditemukan. Haji mabrur itu tinggal bersama isteri dan seorang anaknya jauh dari keramaian. Hidup alakadarnya di rumah kayu kecil di pinggir hutan. Para tetangga kampung mengisahkan, si fulan yang dicari adalah bekas orang terkaya di kampung mereka. Namun, sejak beberapa bulan lalu si fulan gemar membagi- bagikan hartanya hingga jatuh miskin. Tak seorang pun dari mereka mengetahui sebabnya. Singkat cerita, tak ada lagi keraguan bahwa si fulan adalah sosok lelaki yang ia dapati dalam mimpinya saat keduanya akhirnya bertemu. Si fulan mengaku, niat untuk pergi haji memang sudah dipendamnya sejak bertahun-tahun lalu. Namun, ketika kesempatannya tiba, ia justru memutuskan untuk tak berangkat. Si fulan berkata, sebuah peristiwa suatu sore sepekan sebelum ia berangkat haji telah mengubah segalanya. Saat itu, isterinya yang sedang mengandung mencium bau sate ayam yang luar biasa menggoda. Sang isteri memintanya mencari dan membeli satenya. Demi sang isteri, si fulan pun mencarinya ke sana kemari hingga hari beranjak gelap. Tapi semakin dicari, yang dicari tak kunjung ditemukan. Dalam keputusasaannya, si fulan pun pulang dengan tangan hampa. Namun takdir menuntun jalannya. Harum sate yang semula hilang kembali tercium tepat di atas jembatan besar sebuah sungai yang berada tak jauh dari rumahnya yang besar. Dengan tergesa, si fulan pun menuruni jembatan dan mendatangi seorang nenek yang tengah asyik membakar sate ayam ditunggui cucunya yang masih kecil. Kepada si nenek, si fulan menawarkan sejumlah uang agar dia dapat membeli sate itu. Tapi, di luar dugaan si nenek menolak. Si nenek berkata, sungguh tak pantas ia menjual sate itu karena daging yang ia bakar adalah daging dari bangkai yang kebetulan hanyut di sungai. Ia terpaksa mengambil dan membakarnya karena cucunya sangat kelaparan. Bukan untuk dimakan, tapi sekadar membuat cucunya tertidur karena harumnya. Mendengar cerita itu, seketika pucatlah wajah si fulan. Dalam hatinya ia berkata, bagaimana mungkin dirinya sanggup menengadahkan muka memenuhi undangan Allah untuk naik haji ke Baitullah di Mekah, sementara saat yang sama masih ada tetangganya yang tidur dengan perut yang lapar. Sejak saat itu, si fulan membatalkan kepergiannya dan memilih keliling kampung setiap malam untuk melihat apakah semua tetangganya sudah kenyang atau belum. Ia infakkan semua hartanya hingga nyaris tak tersisa. Itu dilakukannya hingga wafat. Kini, ketika ribuan calon jemaah haji juga tak jadi pergi karena adanya masalah soal kuota di Jabar, kisah si fulan tak sengaja kembali teringat. Kisah ini fiktif, tapi mengajari kita tentang banyak hal. Tentang seperti apa seharusnya hidup dalam lapang dan keiklasan. (*) |
Rabu, 12 November 2008
cerita aneh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar